Friday 15 October 2010

Pendidikan Humanis Religius

Istilah pendidikan humanis religious mengandung dua konsep pendidikan yang ingin diintegrasikan yaitu pendidikan humanis dan pendidikan religious. Pengintegrasian dua konsep pendidikan ini dengan tujuan untuk dapat membangun system pendidikan yang dapat mengintegrasikan dari keduanya atau mengurangi kelemahannya. Pendidikan humanis yang menekankan aspek kemerdekaan individu diintegrasikan dengan pendidikan religious agar dapat membangun kehidupan individu dan social yang memiliki kemerdekaan, tetapi dengan tidak meninggalkan (sekuler) dari nilai-nilai keagamaan yang diikuti masyarakatnya, atau menolak nilai ke’Tuhanan (ateisme).
Dalam sebuah negara, masalah pendidikan selalu menjadi isu yang sangat penting sehingga melahirkan berbagai macam pendapat dan perdebatan mengenai arah dan orientasi pendidikan, bagaimana pendidikan direncanakan dan dilaksanakan, dievaluasi, dan seterusnya. Pendeknya, pendidikan merupakan isu strategis yang turut menentukan kualitas sebuah bangsa. Pendidikan diharapkan dapat bernilai sebagai proses 'pembelajaran' sekaligus sebagai 'pemberdayaan' kemampuan (ability) dan kesanggupan (capability) peserta didiknya. Dalam proses pendidikan ada upaya untuk mengembangkan potensi manusia, baik secara jasmani, rohani maupun akal. Pada hakikatnya, keseluruhan potensi manusia yang dikembangkan dalam pendidikan tersebut bertujuan agar manusia dapat melaksanakan kehidupannya dengan baik, bermanfaat bagi dirinya, masyarakatnya dan juga bagi negaranya.
Pendidikan dipercaya menjadi alat dan proses yang paling efektif untuk mencapai kehidupan yang lebih baik di masa kini dan masa yang akan datang. John Dewey dalamn Democratic and Education menyatakan tentang fungsi penting pendidikan : ”Education is thus a fostering, a nurturing, a cultivating, process. All of these words mean that it implies attention to the conditions of growth.” (John Dewey, 1916). Pendidikan juga merupakan pembelajaran tentang kehidupan manusia di dalam beragam fungsi dan kebutuhan. Dalam pembelajaran terkandung upaya pemenuhan fungsi-fungsi sosial, ekonomi, politik, selain beragam kebutuhan material dan spiritual manusia (Steven M.Chan, 1979: xi). Menurut Paulo Freire (1995 : 54) bahwa pendidikan harus dipahami sebagai upaya mengembangkan manusia sebagai makhluk berkesadaran (corpo consciente), bukan untuk menjadikan manusia sebagai benda terkendali (automaton), pendidikan yang menjadikan manusia sebagai benda terkendali adalah suatu perbuatan yang bersifat kontraproduktif terhadap fitrah ontologis manusia. Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan seluruh potensi manusia secara optimal, yaitu berupa pengembangan seluruh komponen kemanusiaannya, yaitu upaya pengembangan akal, rasa dan fisik (ranah kognitif, afektif dan psikomotorik).
Bagaimana dengan pendidikan di Negara kita, Indonesia? Pendidikan di Negara Indonesia diharapkan bersifat humanis religious sesuai dengan cita-cita pendidikan nasional, di mana dalam pengembangan kehidupan ilmu pengetahuan tidak terlepas dari nilai-nilai keagamaan dan kebudayaan. Masyarakat mestinya menghargai nilai-nilai keagamaan dan kebudayaan sebagai sumber membangun kehidupan yang harmonis di antara bermacam-macam etnik, kelompok, social, dan daerah.
Kehidupan masyarakat Indonesia yang majemuk sangat rentan terhadap berbagai konflik social (seperti etnisitas, strata social, pengangguran, kejahatan, kebodohan) yang dapat menimbulkan disintegrasi bangsa. Oleh karenanya pemecahan masalah social tersebut harus menggunakan nilai keagamaan dan kemanusiaan sebagai dasar kearifan untuk mencari cara pemecahannya, di samping cara yang bersifat ilmiah pragmatis. Sehingga sudah semestinya pendidikan kita kembali ke cita-cita semula yang sesuai dengan konsep humanis religious, baik dalam teori maupun implementasinya di lapangan pendidikan (institusi).
Terkait dengan penerapan konsep pendidikan humanis religious, pendidikan di Indonesia pada saat ini ada dalam posisi yang dilematis : di satu sisi pendidikan dituntut untuk dapat menjadi instrument yang harus memberdayakan, membebaskan, dan mengangkat harkat dan martabat anak didik kepada taraf yang lebih humanis religious, namun di sisi lain pendidikan dituntut untuk mampu menjawab tantangan modernism sehingga muncul gagasan “ Memordenisasi Pendidikan”.

Selain itu pendidikan Indonesia masih menghadapi berbagai problematika, sehingga menurut Eko Budihardjo, membahas pendidikan Indonesia bagaikan mengupas bawang : semakin dikupas, maka semakin banyak air mata yang mengalir (Harian Suara Merdeka, 12 Desember 2005 ). Problematika tersebut terlihat dari kualitas lulusan pendidikan yang rendah, banyaknya pelanggaran moral dan etika dalam dunia pendidikan Indonesia (baik yang dilakukan oleh peserta didik maupun guru), banyak terjadi ‘pembodohan dalam pendidikan” karena proses pendidikan yang tidak memberi kesempatan peserta didik untuk berkembang dan bersifat indoktrinatif, orientasi pada hafalan pengetahuan daripada penemuan dan pengembangan pengetahuan, kebijakan pendidikan yang bias dalam evaluasi pendidikan (misalnya pemberlakukan UASBN dan Ujian Nasional), dan sebagainya. Muara dari berbagai problem pendidikan Indonesia adalah peserta didik tidak diberi kesempatan untuk mengembangkan seluruh potensinya, baik individualitas (individuality), sosial (sociality), kesusilaan (morality), dan keagamaan (religiuosity) yang dimilikinya.

Oleh karena itu, pendidikan humanis-religius yang secara konsepsi sudah dimiliki oleh bangsa Indonesia, harus diaplikasikan dalam praktek pendidikan. Abdurrahman Mas’ud (2002 : 144-150) menyatakan bahwa paradigma pendidikan yang humanis religius perlu dibangun dan dikembangkan dalam proses pendidikan di Indonesia, hal-hal berikut adalah merupakan motif dan paradigm yang sampai saat ini masih menjadi fenomena social, yaitu : (1) Keberagamaan yang cenderung menekankan pada hubungan vertical dan kesemarakan ritual, (2) Sebagai akibat dari hal tersebut, maka kesalehan social masih jauh dari orientasi masyarakat kita, (3) Potensi peserta didik belum dikembangkan secara proporsional, pendidikan belum berorientasi pada pengembangan sumber daya manusia atau individual oriented. (4) Kemandirian anak didik dan tanggungjawab (responsibility) masih jauh dari capaian dunia pendidikan. Berdasarkan pemikiran di atas, maka humanisme religious dalam pendidikan paling tidak memuat enam prinsip dasar, yaitu : common sense, individualism menuju kemandirian, thirst of knowledge, pendidikan pluralisme, kontekstualisme yang lebih mementingkan fungsi daripada symbol, dan keseimbangan antara reward and punishment.
Bagaimana dengan pendidikan di sekolah Anda? Apakah sudah menerapkan konsep humanis religius, humanis sj atau religius sj atau bahkan tidak dua2nya? Itu bukan hal penting, yg utama adl bagaimana kt bs mengkondisikan agar sekolah sbg learning organization benar2 mencerminkan konsep humanis religius dlm sgl aspeknya, baik secara struktural, kultural maupun interaksional. Bravo untuk pendidikan kita...!
 
DAFTAR PUSTAKA
Brown. Leslie M. (1970). Aims of Education. New York : Teachers College Press.
Budihardjo, Eko. Pendidikan Kita : Konsep dan Realitas dalam Harian Suara Merdeka, 12 Desember 2005 
Danim, Sudarwan. (2006). Agenda Pembaharuan Sistem Pendidikan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Edwords, Frederick dalam “What is Humanism” dalam www.skepticfiles.org/human/humanism.htm
Freire, Paulo, (1995).  Pendidikan Kaum Tertindas . terj. Tim Redaksi LP3ES, Jakarta : LP3ES.
Freire, Paulo. (2001). Politik Pendidikan: Kebudayaan, Kekuasaan dan Pembebasan. terj. Agung Prihantoro dan Fuad Arif Fudiyartanto. Yogykarta : Pustaka Pelajar & READ.
Fullan, Michael G. 1982. The Meaning of Educational Change. New York : Cassel.
Hall, Edward T.1959. The Silent Language.New York : Anchor Books.
Knight, George R. (2007). Filsafat Pendidikan. Terj. Mahmud Arif. Yogyakarta : Gama Media.
Mahfud, Choirul. 2006.Pendidikan Multi Kultural. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Maman Baehafi, 2008. Artikel Islam: Pendidikan dalam Perspektif Alquran http://warnadunia.com/artikel-islam-pendidikan-dalam-perspektif-alquran/) akses 9 April 2009.
John Dewey.(1916). Democracy and Education. Macmillan Company
Lamont, Corliss, (1977). The Philosophy of Humanism.
Mas’ud, Abdurrahman. (2002). Menggagas Pendidikan Nondikotomik, Yogyakarta : Gama Media.
Sastrapratedja, Michael, dalam pidato pengukuhan guru besar ilmu filsafatnya di STF (Sekolah Tinggi Filsafat) Driyarkara, Jakarta, Sabtu 8 Maret 2006.
Schultz, Duane. Psikologi Pertumbuhan: Model - Model Kepribadian Sehat. Jogjakarta: Kanisius, 1991.
Setiawan, Imam . Pendidikan Humanistik dalam http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0704/19/opini/3464078.htm
Subhan . Paradigma Pendidikan Islam : Kajian Normatif Teks al Qur`an tentang Humanisme.(http://wonkeducationnetwork.blogspot.com/2007/03/paradigma-pendidikan-islam-).
Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)
Yaqin, M.Ainul. (2005). Pendidikan Multikultural. Yogyakarta : Pilar Media.

1 comment:

  1. good, ibu rahayu ningsih.. thanks makalahnya.. saya ijin mengutip

    ReplyDelete